Zaman
telah berganti. Dari yang awalnya manusia menulis di atas batu, kemudian
berkembang dengan menulis pada kulit hewan atau kulit pohon, lalu sampailah
manusia menulis di atas kertas. Namun siapa sangka kini kegiatan tulis menulis
tersebut sudah lebih berkembang dan canggih dengan menggunakan layar virtual. Tidak
lagi menggunakan kertas sebagai media tulis, namun manusia sekarang tinggal
mengetik apa saja dalam gawai yang selalu dibawanya.
Apa
lagi sekarang telah tersedia layanan internet. Sejak ditemukannya internet,
tulisan-tulisan yang diciptakan dengan gawai pribadi bisa disebarluaskan kepada
siapa saja. Bukan hanya itu, melalui internet manusia juga dimudahkan utuk
pencarian berita-berita yang up to date.
Membaca berita terkini tidak lagi melalui media cetak seperti koran, majalah,
dan tabloid. Cukup dengan gawai - yang mayoritas dimiliki masyarakat - ditambah
dengan akses internet, semua pencarian berita bisa dengan mudah dilakukan.
Sekarang bahkan sudah banyak media online yang menyediakan berita secara cepat.
Selain itu juga ada koran versi virtual atau biasa disebut dengan e-paper. Koran versi ini memiliki isi
yang sama persis dengan koran versi cetaknya.
Kemunculan
media online yang dengan sangat mudah bisa diakses, dianggap mengancam
keberadaan media cetak seperti koran, majalah, dan tabloid. Selain itu adanya
media sosial juga menambah ancaman keberadaan media massa terutama cetak. Lalu,
apakah dengan begitu media cetak akan mati? Bagaimana masa depan dari media
cetak?
Pepih
Nugraha dalam tekno.kompas.com1 menuliskan artikel opininya mengenai
anomali-anomali yang dimiliki media sosial. Anomali tersebut ialah bahwa media
sosial menyediakan platform, bukan
konten. Seperti contoh adalah aplikasi GoJek. GoJek tidak memiliki satu pun
motor beserta pengendaranya. Aplikasi tersebut hanya merupakan platform yang memudahkan tukang ojek dan
penumpang untuk saling berinteraksi dan bertransaksi. Contoh lain yaitu
Facebook. Facebook juga merupakan platform, yang nanti kontennya berasal dari
masing-masing pengguna media sosial tersebut. Hal ini sangat memungkinkan bahwa
konten dari pengguna merupakan opini semata. Sedangkan media massa terutama
cetak, adalah penyedia konten. Sehingga isi dari media tersebut sudah
disediakan oleh media itu sendiri. Dengan begitu, isi dari media cetak adalah
konten-konten yang terpercaya dan berdasarkan pada fakta yang ada.
Bagaimana
dengan media massa yang berbasis internet? Media online tersebut juga memiliki
kelemahan bila dibandingkan dengan media cetak. Media online menyajikan berita
dengan sangat cepat. Namun kecepatan ini justru awal dari kesalah yang dimiliki
media online. Berita yang begitu cepatnya tersebar di media online
mengesampingkan nilai validitas dari kejadian yang ada. Berita yang disampaikan
media online tidak melalui tahapan verifikasi data, sehingga berita tersebut
banyak mengandung kesalahan data. Selain itu berita di media online tidak bisa
dibedakan mana yang berupa fakta, opini, atau mana yang hoax karena semuanya
bercampur menjadi satu. Kekurangan tersebut tidak dimiliki oleh media cetak.
Proses penerbitan berita oleh media cetak melalui tahapan yang panjang. Berita
yang didapat oleh media cetak sudah terbukti memiliki data yang valid karena
melewati proses verifikasi. Pengemasan berita pun dilakukan secara sangat
mendalam bila dibandingkan dengan media online. Hal ini menjadi rujukan bagi
masyarakat untuk mendapatkan berita yang akurat, valid, dan terpercaya.
Media
cetak juga akan tetap bertahan karena adanya pemasangan iklan, khususnya iklan
pada koran. Media cetak terutama koran mendapatkan pemasukan yang besar melalui
pemasangan iklan pada medianya.
Seperti dilansir oleh
nasional.sindonews.com2 yang memperlihatkan pertumbuhan iklan koran
per regional tahun 2013 :
1. Asia pasifik 36%
2. Eropa, Afrika, Timur Tengah 34%
3. Amerika Latin 9%
4. AS dan Kanada 21%
Dari data
tersebut pertumbuhan iklan pada koran mengalami banyak peningkatan, terutama di
regional Asia Pasifik yang mencapai 36%.
Data lain dari nasional.sindonews.com3 juga
memperlihatkan data media cetak di dunia pada tahun 2014 :
1. Pendapatan Koran USD163 juta (stabil dibanding 2012)
2. Pembaca Koran 2,5 miliar (stabil dibanding 2012)
3. Sirkulasi Koran harian 534.000.0000 eks (tumbuh 2% dibanding
2012)
Data
tersebut menunjukkan bahwa eksistensi media cetak terutama koran masih sangat
besar. Pendapatan koran tahun 2014 masih stabil dibandingkan dengan tahun 2012,
jumlah pembaca koran pun juga masih stabil hingga tahun 2014. Bahkan sirkulasi
koran harian meningkat sebanyak 2%. Selain untuk pemasangan iklan, koran juga
dimanfaatkan masyarakat untuk mencari lowongan pekerjaan. Di mana lagi bisa
melihat banyak lowongan pekerjaan yang berderet selain di koran?
Mengutip dari data yang dirilis oleh
Serikat Perusahaan Pers (SPS)
“Pada 2000, di
Indonesia baru ada 290 judul media cetak dengan tiras sekitar 14,5 juta
eksemplar. Namun, pada 2011 jumlah media cetak melonjak menjadi sekitar 1.000
judul dengan total tiras 25 juta eksemplar. Media cetak yang memiliki tiras
paling banyak adalah surat kabar harian, disusul berturut-turut majalah,
tabloid, dan surat kabar minggu.”
(http://www.didaktikaunj.com/2015/05/media-online-sebuah-tantangan-bagi-media-cetak/, akses 27 Februari 2016)
Data
yang dirilis SPS tersebut menunjukkan jumlah media cetak yang ada di Indonesia
meningkat drastis antara tahun 2000 hingga tahun 2011. Hal ini membuktikan
bahwa masyarakat sangat antusias dengan isi yang disuguhkan oleh media cetak
seperti koran, majalah, dan tabloid. Jumlah media cetak yang awalnya berjumlah
290 judul, meningkat tajam dalam sebelas tahun menjadi 1000 judul.
Media
cetak tidak akan mati karena masih banyak masyarakat yang tidak memiliki gawai
pribadi dan kekurangan akses terhadap internet. Maka mereka memilih untuk
berpegang pada media cetak yang lebih mudah untuk dijumpai. Selain itu tidak
sedikit generasi tua yang masih terbiasa membaca media cetak dibandingkan
membaca media online.
Masa
depan media cetak sama seperti masa depan radio. Saat itu radio pernah
diprediksi akan mati karena kemunculan televisi. TV yang menggabungkan unsur
audio dan visual sekaligus dianggap labih canggih dibanding radio yang hanya
memberikan unsur audio. Namun siapa sangka, bahwa sampai sekarang pun
eksistensi radio masih bertahan. Radio tetap berdiri dengan inovasi-inovasi
yang dimilikinya. Media cetak ibarat kata adalah restoran Padang. Restoran Padang
masih bertahan dan memiliki penikmat setianya meski sekarang banyak bermunculan
restoran Barat seperti KFC dan McD. Kemunculan sesuatu yang baru itu tidak apa-apa
karena memberikan keragaman dan pilihan agar masyarakat bisa memilih.
Komentar
Posting Komentar